Metrotvnews.com, Jakarta: Rencana kebijakan penetapan biaya hak penggunaan (BHP) penomoran kartu telepon seluler dalam RUU Konvergensi dianggap hanya mencari uang. Penyebabnya, ini tidak diimbangi komitmen pemerintah membangun fasilitas infrastruktur yang memadai.
"Kebijakan ini sekadar mencari uang, hanya membebankan pelaku industri, dan nanti ujungnya berdampak langsung ke masyarakat," ujar pengamat telekomunikasi yang juga mantan Direktur International Telecommunication Union (ITU) Arnold Djiwatampu dalam keterangannya, Selasa (29/10). Ia berpendapat pemerintah sebenarnya punya cukup dana untuk mengembangan sarana dan prasarana infrastruktur tanpa harus memungut objek atau bentuk penerimaan bukan pajak (PNBP) yang baru dari BHP penomoran.
"Misalnya, mengembangkan jaringan telekomunikasi tingkat internasional sendiri. Nah, itu saja belum dipenuhi," ujarnya. Ia juga membantah bahwa nomor telepon seluler merupakan sumber daya terbatas yang harus diatur. Sistem penomoran bisa diciptakan oleh manusia dengan melakukan sistem coding tersendiri.
Kebijakan pungutan atas nomor itu justru akan membuat investasi sektor telekomunikasi mandek. Operator akan berpikir ulang untuk mengembangkan usaha di Indonesia karena banyaknya pungutan yang tidak seimbang dengan hak bisnis yang diperoleh. "Kalau sampai sektor telekomunikasi tersendat, pasti penyebabnya dari pungutan ini," ungkapnya.
Sekedar informasi, DPR tengah membahas RUU Konvergensi sebagai pengganti UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Salah satu pasal ialah adanya kewajiban dari seluruh operator seluler untuk menerapkan BHP penomoran.
Editor: Wisnu AS