Minggu, 31 Maret 2013

Home » Simsalabim Rusdi Kirana - Inilah.com

,

PARA pembuat Palais de l'Elysee, Paris, Perancis, mungkin tak menyangka bahwa Senin siang pekan lalu ada seorang pengusaha asal Indonesia yang bisa menginjakkan kakinya di istana megah yang mereka bangun tahun 1722 ini. Hebatnya lagi, sang pengusaha itu disambut begitu hangat oleh Presiden Francois Gerard Georges Nicolas Hollande.

Pengusaha itu adalah Rusdi Kirana, Presiden Direktur dan CEO PT Lion Mentari Airlines, yang selama ini dikenal sebagai pemilik maskapai bermerek Lion Air. Hari itu, lelaki kelahiran Cirebon, Jawa Barat, 17 Agustus 1963 ini dan Presiden Direktur dan CEO Airbus, Fabrice Bregier meneken kontrak pembelian sebanyak 234 pesawat Airbus A320 senilai US$ 24 miliar atau Rp 230,4 triliun.

Inilah pemesanan terbesar yang pernah diterima anak usaha European Aeronautic Defence & Space Co. dari maskapai manapun. "Ini adalah kontrak yang luar biasa," kata Presiden Francois Hollande. "Kontrak ini sangat berarti bagi Airbus, Perancis, Lion Air, Indonesia dan industri penerbangan dunia.”


Tampil dengan kemeja putih celana hitam dibalut jas hitam dan dasi hitam, Hollande memuji perkembangan ekonomi Indonesia dan pertumbuhan Lion Air. "Indonesia negara penting di G-20, dan bertumbuh pesat perekonomiannya," katanya.


CEO Airbus Frabrice Bregier menyambut gembira kontrak pembelian dengan Lion Air. "Kerjasama yang menguntungkan untuk kedua pihak untuk jangka panjang," ujarnya.

Rusdi Kirana, yang siang itu mengenakan jas hitam berdasi merah menyampaikan rasa syukur bisa berada di Istana Elysee yang merupakan kediaman resmi Presiden Perancis. “Syukur tak terhingga, saya berdiri di sini, di hadapan Yang Mulia Presiden Perancis, Dubes Indonesia untuk Perancis, para eksekutif Airbus dan undangan yang terhormat, hari ini Lion Air menulis tinta emas dalam sejarah penerbangan Indonesia, bahkan dunia," katanya.

Penandatanganan pembelian itu tak hanya disaksikan Presiden Francois Hollande dan Duta Besar Indonesia untuk Perancis, Monaco, dan Andorra, Rezlan Ishar Jenie, tapi juga para menteri dan pejabat tinggi Perancis dan sekitar 1.500 undangan yang memadati ruang Istana Elysee.

Ini memang yang pertama kali pembelian pesawat swasta dilakukan di Palais de l'Elysee yang kini menjadi tempat tinggal dan kantor Presiden Hollande. Sebelumnya, istana ini hanya bisa dipakai untuk penandatanganan pembelian pesawat militer dan menyambut para kepala negara asing.

Memang, bisa dimaklumi bila Rusdi Kirana mampu “menggiring” kontrak pembelian diteken di Istana Elysee dan menghadirkan Presiden Perancis Francois Hollande. Sebab, di tengah krisis ekonomi yang saat ini melanda Eropa, pembelian 234 pesawat Airbus oleh Lion Air ikut membantu membuat perekonomian Perancis berdenyut kembali.

“Saya harus berterima kasih karena dengan kontrak ini, Airbus akan mengamankan sekitar 5.000 pekerjaan selama 10 tahun,” kata Hollande. Asal tahu saja, Airbus merupakan perusahaan milik bersama Perancis, Inggris, Jerman, dan Spanyol.

Banyak kalangan industri penerbangan merasa kagum dengan kehebatan Rusdi Kirana yang mampu menghadirkan Presiden Perancis Francois Hollande untuk menyaksikan penandatanganan ini. “Dia sosok yang hebat. Belum ada orang yang mendapat kepercayaan untuk kontrak besar dari dua pabrikan pesawat besar, Boeing dan Airbus dalam waktu yang hampir bersamaan,” ujar pengamat industri penerbangan, Chappy Hakim kepada InilahREVIEW.

Hal yang sama disampaikan pengamat industri penerbangan yang lain, Dudi Sudibyo kepada majalah ini. “Inilah keunggulan Lion Air. Mereka mampu meyakinkan para kreditor,” kata Dudi.

Namun, baik Chappy maupun Dudi tidak tahu bagaimana pembicaraan awal hingga kontrak pembelian itu diteken di Palais de l'Elysee dan disaksikan Presiden Francois Hollande.

Informasi yang diperoleh majalah ini hanya menyebutkan, finalisasi kesepakatan pembelian tersebut dilakukan dalam pertemuan khusus antara Executive Vice President Airbus Asia Jean Francois Laval dan Sales Contract Director Airbus Guillaume Mille dengan Rusdi Kirana di Hotel Quality, Manado, pada Senin tanggal 11 Maret lalu.

Awalnya, pertemuan ini dijadwalkan berlangsung di Singapura, kemudian pindah ke Jakarta. Tapi entah kenapa, Hotel Quality di Manado, Sulawesi Utara, yang dipilih. Dari hotel ini, siang harinya mereka bertemu kembali di Lion Plaza and Hotel, Manado untuk merampungkan kesepakatan akhir. Dan, akhirnya kontrak pembelian itu diteken di Palais de l'Elysee pada 18 Maret.

Bikin Cemas

Penandatanganan kontrak pembelian senilai Rp 230,4 triliun ini mengingatkan publik pada langkah spektakuler sebelumnya yang dilakukan Rusdi Kirana pada 18 November 2011 di Nusa Dua, Bali. Saat itu, Rusdi Kirana menandatangani pembelian sebanyak 230 pesawat Boeing 737 senilai US$ 21,7 miliar atau Rp 195 triliun yang disaksikan Presiden AS Barack Obama di sela-sela KTT APEC.

Banyak kalangan terkaget-kaget menyaksikan gebrakan demi gebrakan yang dilakukan Rusdi Kirana. Bayangkan, dari dua kontrak itu saja dia harus merogoh dana sebanyak Rp 425 triliun lebih. Betul, dana sebesar itu diperoleh dari kredit yang dikucurkan konsorsium yang dipimpin BNP Paribas, Perancis (untuk Airbus) dan konsorsium yang dipimpin US Exim Bank (untuk Boeing). “Namun, untuk mendapatkan dana sebesar itu perlu ada jaminan. Lantas, apa yang dijaminkan oleh Lion Air,” kata sumber yang mengamati langkah-langkah Lion Air.

Sayangnya, hingga kini PT Lion Mentari Airlinesâ€"yang mengoperasikan Lion Airâ€"masih merupakan perusahaan tertutup dan tidak pula merilis pendapatannya. Yang diketahui, Lion Air mulai beroperasi pada 2000 dengan hanya satu pesawat. Maskapai ini lalu berkembang menjadi yang terbesar di Indonesia.

Pertumbuhan Lion Air umumnya berasal dari penerbangan dalam negeri berbiaya murah. Lion Air juga melayani penerbangan rute internasional, termasuk Singapura dan Malaysia. Namun, sebanyak 90% kursi tetap diperuntukkan bagi penerbangan domestik.

Saat ini, Lion Air menjadi pemimpin pasar udara di langit Indonesia. Tahun 2012, menurut data Direktorat Jenderal Angkutan Udara Kementerian Perhubungan, Lion Air mengangkut 23,93 juta penumpang, disusul Garuda Indonesia Airways (14,07 juta penumpang), Sriwijaya Air (8,1 juta penumpang), Batavia Air sebelum dipailitkan (6,01 juta penumpang),Merpati Nusantara Airlines (2,11 juta penumpang), dan sisanya sekitar8,96 juta penumpang tersebar di beberapa maskapai penerbangan kecil dengan armada terbatas.

Meski menjadi pemimpin pasar domestik, namun banyak pihak meragukan keuntungan yang diperoleh Lion Air cukup besar. Apalagi, persaingan di bisnis ini begitu ketat sehingga harga tiket murah belum tentu bisa menutupi pengeluaran. “Lion Air mungkin berambisi menjadi maskapai murah terkemuka di dunia, tapi ada kekhawatiran bahwa jenis pesawat itu tidak sesuai dengan Indonesia,” kata Ahmad Maghfur Usman, analis RHB Research Institute di Kuala Lumpur, seperti dikutip The Wall Street Journal.

Tak hanya itu. Pemesanan 464 pesawat Airbus dan Boeing oleh Lion Air telah menimbulkan kecemasan di kalangan industri penerbangan. Mereka khawatir jumlah pesawat yang akan beroperasi di Asia Tenggara bakal melampaui permintaan.

Bila ditambah 450 pesawat yang dipesan AirAsia Bhd dan pesanan dari sejumlah maskapai lain di kawasan ini, jumlah pesawat komersial baru yang akan memadati lalu lintas udara Asia Tenggara dalam sepuluh tahun mendatang dapat melebihi 1.000 unit.

Betul, Asia Tenggara memiliki populasi 600 juta orang dan jumlah penumpang pesawat di Indonesia saban tahun naik 15%, namun itu dibarengi dengan tutupnya beberapa maskapai. Akhir Januari lalu, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan Batavia Air bangkrut karena tak sanggup membayar utang.

Siapa di Belakang Rusdi?

Itulah kenapa, banyak kalangan khawatir dengan pembelian besar-besaran yang dilakukan Lion Air. Apalagi, hingga kini publik belum banyak yang tahu siapa sosok Rusdi Kirana. Yang diketahui, dia awalnya seorang sales marketing mesin ketik buatan Amerika Serikat, merek Brother. Tiap bulannya dia hanya menerima bayaran Rp 95.000.

Dia lalu pindah profesi menjadi penjual tiket penerbangan. Tak lama kemudian bersama kakaknya, Kusnan Kirana, dia mendirikan Lion Tours.

Berbekal pengalaman ini, dua bersaudara ini lalu menyewa satu pesawat Boeing 737-200, setelah mendapat izin penerbangan pada Oktober 1999. Pada 30 Juni tahun 2000, Lion Air terbang.

Dalam waktu sekejap, simsalabim Lion Air dan Rusdi Kirana menjadi sangat besar. “Dari mana saya punya uang? Ini karena kepercayaan,” kata Rusdi Kirana, beberapa waktu lalu. "Selama ini kami hanya tidak ingin pamer. Tapi Anda bisa berbicara dengan para perbankan, mereka tidak akan membiayai Lion Air jika kondisi keuangan perusahaan tidak bagus."

Memang, sampai saat ini masih banyak kalangan bertanya-tanya, apakah dengan hanya bermodal kepercayaan, perbankan bersedia mengucurkan kredit dalam jumlah yang sangat besar hingga ratusan triliun rupiah? Adakah tokoh lain di belakang Rusdi Kirana? Apalagi, kekayaan Rusdi Kirana dan Kusnan Kirana, menurut majalah Forbes, tahun 2012 hanya US$ 900 juta atau Rp 8,37 triliun.

Mengherankan, tentu saja.

Selengkapnya, artikel ini bisa disimak di majalah InilahREVIEW edisi ke-30 Tahun II yang terbit Senin, 25 Maret 2013. [tjs]

http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1970888/simsalabim-rusdi-kirana