Petugas SPBU usai mengisi bahan bakar jenis solar pada sebuah kendaraan di kawasan Kuningan, Jakarta, 31 Juli 2014. Mulai 1 Agustus 2014, penjualan BBM subsidi jenis solar di SPBU hanya dilakukan pada pukul 08.00-18.00. TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita menyatakan bahwa pembatasan jam berjualan solar subsidi di Jakarta hanya akan memberi peluang bagi sopir truk nakal. "Mereka bisa bilang ke bosnya kalau beli solar nonsubsidi, padahal nyatanya beli solar subsidi," kata dia saat dihubungi Tempo, Sabtu, 2 Agustus 2014.
Menurut Zaldy, sopir nakal ini bisa leluasa mengambil peluang pembatasan solar subsidi karena hanya dibatasi jam penjualan. "Intinya, berbalik lagi kepada para perusahaan logistik, karena kami belum bisa menaikkan biaya," kata dia.
Perusahaan logistik, kata Zaldy, belum bisa menaikkan biaya angkutan karena hanya berbasis pembatasan solar subsidi. "Kami ingin ketegasan, apakah truk barang boleh pakai solar subsidi atau tidak. Kan jelas," kata dia.
Zaldy juga menginginkan pasokan solar terjamin, bahkan kalau hanya diperbolehkan menggunakan solar nonsubsidi. "Kami mendukung kebijakan ini, tapi dengan syarat-syarat tadi," kata dia.
Selain itu, pembatasan solar subsidi juga membuka peluang bagi penjual gelap. Pedagang gelap ini menjual solar subsidi pada jam-jam di luar waktu penjualan di SPBU. "Mereka menjual dengan harga per liter lebih mahal Rp 2 ribu dari biasanya," kata dia.
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan menghentikan penjualan solar subsidi di seluruh SPBU di Jakarta Pusat. Adapun penjualan solar subsidi pada cluster tertentu di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali akan dibatasi hanya pada pukul 08.00 hingga 18.00 waktu setempat.
INDRI MAULIDAR
Terpopuler:
Bagaimana ISIS Mendanai Operasinya?
BNPT: Dukung ISIS, Kewarganegaraan Hilang
Jokowi Pertimbangkan Jabatan Wakil Menteri Dihapus
ISIS Ancam Ledakkan Jakarta, BNPT: Itu Hanya Isu
Pendiri Kamp Militer di Aceh Pendukung Utama ISIS