Liputan6.com, Jakarta - Wood Mackenzie, sebuah perusahaan peneliti bidang energi, berharap pemerintah yang dipimpin oleh Joko Widodo (Jokowi) bisa melakukan perubahan terhadap kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Perubahan tersebut wajib dilakukan karena terlalu membebani negara.
Kepala Riset Hilir Asia Pasifik Wood Mackenzie, Sushant Gupta mengatakan, subsidi adalah beban besar yang harus dipikul pemerintah kepada masyarakat. Dalam perhitungan Mackenzie, sekitar 60 persen dari total konsumsi BBM di Indonesia disubsidi oleh negara.
"Selama periode 2014-2020, kami memperkirakan total tagihan subsidi BBM menjadi sekitar US $ 120 miliar, dengan asumsi harga domestik di Indonesia saat ini, hal ini menyumbang sekitar 3 persen dari produk domestik bruto (PDB)," kata Gupta, seperti yang dikutip, Jumat (1/8/2014).
Kerena itu, pemerintah diharapkan mereformasi harga BBM Bersubsidi sehingga bisa berdampak pada pengurangan permintaan jangka pendek.
Jika subsidi pada BBM bisa dikurangi tajam, diperkirakan bisa membuat penurunan permintaan premium sebesar 60 ribu barel per hari hingga 70 ribu barel per hari dan 45 ribu barel per hari hingga 50 barel per hari untuk solar.
"Ukuran pasar saat ini bahan bakar ritel bersubsidi (bensin dan solar) sangat kecil. Namun, ada potensi upside yang sangat besar jika pemerintah sepenuhnya deregulates pasar," ungkapnya.
Menurutnya, dengan adanya pengurangan subsidi pada BBM tersebut akan memberikan peluang pasar yang baik untuk pemain asing yang beroperasi di pasar.
"Tanpa subsidi bahan bakar eceran atau pemain baru yang ingin berinvestasi di sektor penyulingan dan ritel di Indonesia," pungkasnya. (Pew/Gdn)
(Arthur Gideon)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.