Jumat, 24 Mei 2013

Home » BISNIS.COM: GUBENUR BI: Apresiasi Bagi Darmin, Tantangan Buat Agus

,
BISNIS.COM
Bisnis Indonesia Online // via fulltextrssfeed.com
GUBENUR BI: Apresiasi Bagi Darmin, Tantangan Buat Agus
May 24th 2013, 07:37

130524_gubernur bi.jpgBISNIS.COM, JAKARTA--Bank Indonesia hari ini akan memiliki nahkoda baru. Menurut rencana, Agus Martowardojo, mantan Menteri Keuangan dan mantan bankir senior di Bank Mandiri, akan dilantik sebagai Gubernur BI baru, menggantikan Darmin Nasution.

Darmin mengakhiri masa jabatan yang tidak genap 5 tahun di bank sentral, setelah menggantikan Boediono yang beralih tugas menjadi Wakil Presiden pada 2009 silam. Pergantian di pucuk pimpinan bank sentral ini, tentu saja, diiringi sejumlah harapan, menyusul pencapaian Darmin dalam mengubah cara bank sentral mengelola kebijakan moneter.

Salah satu contoh yang patut menjadi catatan adalah kebijakan bank sentral dalam pengelolaan suku bunga acuan atau BI Rate. Dapat disebutkan, tingkat bunga acuan di Indonesia saat ini merupakan tingkat bunga terendah dalam sejarah Indonesia. Tingkat bunga benchmark ini bertahan di level 5,75% sejak diturunkan dari level 6% pada 9 Februari 2012.

Pada era Darmin, tingkat bunga BI Rate terus menurun, dari level sekitar 9% pada awal 2009. Sebelumnya bahkan suku bunga BI Rate pernah mencapai level 12,75% pada Desember 2005.

Selain itu, beberapa kebijakan BI juga mencerminkan sikap "prudent tetapi fleksibel" melalui berbagai kebijakan moneter dan regulasi perbankan, sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan.

Seperti disampaikan dalam pidato perpisahan, Darmin menyatakan bahwa kebijakan bank sentral haruslah membumi. Maka wujud kon kretnya adalah rupa kebijakan yang mampu mengejawantahkan peran regulasi moneter, finansial dan perbankan sebagai pendorong perekonomian sekaligus instrumen inklusifitas.

Maka, kebijakan moneter seyogianya menjadi alat untuk menciptakan keseimbangan ekonomi, dan mendorong sektor-sektor yang selama ini termarginalkan oleh praktik finansial yang cenderung meninabobokkan si empunya akses finansial. Salah satu contoh, seperti kerap ditekankan oleh Darmin Nasution, adalah bagaimana membuat dorongan kebijakan perbankan agar mampu menyentuh sektor-sektor dasar seperti pertanian dan usaha kecil dan menengah.

Langkah yang di luar apa yang disebut kebijakan liberal dan ortodoks juga ditempuh Darmin saat bank sentral mengumumkan kewajiban melaporkan devisa hasil ekspor, meskipun terang sekali bahwa Undang-Undang Lalulintas Devisa menganut rezim devisa bebas.

Lalu puncaknya pada tahun lalu saat bank sentral mengeluarkan kebijakan batas uang muka kredit untuk pembelian kendaraan bermotor serta loan to value untuk kredit pemilikan rumah.
Tujuan beleid itu tentu bukan semata menekankan aspek prudensial, tetapi sekaligus menjadi instrumen "pemerataan" bagi alokasi pembiayaan untuk sektor—sektor yang perlu didorong lebih lanjut melalui instrumen moneter dan finansial.

Tidak hanya itu, di level mikro Darmin juga senantiasa menekankan perlunya perbankan Indonesia meningkatkan efisiensi sehingga dapat menurunkan suku bunga kredit di saat bank sentral terus mempertahankan bunga acuan yang relatif rendah. Tentu dorongan ini masuk akal, mengingat perbankan masih cenderung mengandalkan pendapatan margin bunga yang tinggi.

Dan pada pengujung masa jabatannya, bank sentral di era Darmin mengeluarkan sinyal kuat terkait dengan asas resiprokal—khususnya berkaitan dengan akuisisi salah satu bank swasta Indonesia oleh bank terbesar Singapura—sehingga otoritas moneter negeri tetangga itu terpaksa
memberikan ruang gerak lebih leluasa bagi perbankan Indonesia.

Maka dalam konteks yang tidak terlalu leluasa untuk bisa diulas di ruang editorial ini, pengganti Darmin memikul beban untuk meneruskan pola kebijakan bank sentral yang "lebih membumi" itu.

Setidaknya, sembari memperbaiki sejumlah kekurangan yang masih ada, Agus Marto tentu dituntut untuk melanjutkan pola kebijakan rezim bunga rendah. BI dapat me ngeluarkan instrumen, insentif dan disinsentif untuk mendorong perbankan untuk mengikuti pola bank sentral agar bersedia pula menurunkan tingkat bunga.

Dengan latar belakang sebagai bankir, tentunya Agus lebih mampu menangkap esensi praktik perbankan yang sejalan dengan tujuan kebijakan moneter agar lebih berperan dalam menggerakkan perekonomian.

Tentu agar tidak terjebak kepada praktik bisnis yang lebih bertujuan akumulasi kapital semata.
Di sinilah peran penting bank sentral untuk tidak membiarkan pasar bekerja sendiri ke arah kepentingan yang kurang memihak masyarakat banyak. Apabila pasar berjalan ti -
dak efisien, pembuat kebijakan seyogyanya campur tangan.

Upaya semacam itu bukan berarti bank sentral mencampuri urusan bisnis, melainkan sebuah keharusan untuk meluruskan tujuan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.

Editor : Martin Sihombing

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions